Monday, 10 December 2012

Delapan Kebohongan Seorang Ibu Dalam Hidupnya


INPIRASI

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam. Tetapi kisah ini justru sebaliknya, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari pederitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia. Sungguh cerita yang sangat menyentuh hati.

Cerita bermula ketika Aku masih kecil, Aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata, “Makanlah nak, aku tidak lapar”. (KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA)
Ketika Aku mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk memancing di kolam dekat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk pertumbuhan anaknya. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan engundang selera. Sewaku Aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disampingku dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang ikan yang merupakan bekas sisa ikan yang Aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, aku mengambil ikan yang masih tersisa di mangkukku dan memberikannya kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya, sambil berkata, “Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan”. (KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA)
Sekarang Aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah anaknya, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasi tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, Aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaannya menempel kotak korek api. Aku berkata, “Ibu belum tidur? sudah malam, besok pagi kan ibu masih harus bekerja”. Ibu tersenyum dan berkata, “Cepatlah tidur nak, aku belum lelah”. (KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA).
Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai terasa, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku dibawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental, tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan tehku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Namun ibu menolak dan berkata, “Minumlah nak, aku idak haus”. (KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT).
Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap tugas sebagai ibu sekaligus ayah. Dengan berpegang pada pekerjaannya yang dulu, ia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kami pun semakin sudah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin susah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang menasehati ibuku agar menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata, “Saya tidak butuh cinta”. (KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA).
Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu yang sudah tua dan sudah saatnya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut, ibu berkata, “Saya punya duit”. (KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM).
Setelah lulus dari S1, Aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master dari sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa dari sebuah perusahaan. Dan Aku pun bekerja di perusahaan itu dengan gaji yang lumayan tinggi. Aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika, tetapi ibu tidak ingin merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku, “Aku tidak terbiasa”. (KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH).
Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, sehingga harus dirawat di rumah sakit. Aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang terlihat sangat tua, menatap aku dengan penuh keinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku menatap ibuku dengan berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata, “Jangan menangis anakku, aku tidak kesakitan”. (KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN).
Tak lama setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya. Selamat jalan ibu!!!


Sumber : Cakrawala pendidikan 2009

No comments:

Post a Comment